Hewan (Mamalia) Indonesia dalam Daftar CITES Apendiks I

Hewan-hewan Indonesia dalam daftar CITES Apendiks I tidak sedikit. Hewan-hewan Indonesia yang masuk daftar CITES Apendiks I mencapai 84 spesies. Dan dari 84 hewan yang termasuk dalam daftar CITES Apendiks I tersebut 45 diantaranya merupakan hewan dari kelas mammalia.
Apendiks CITES adalah daftar spesies (binatang dan tumbuhan) yang perdagangannya perlu diawasi sehingga negara-negara anggota setuju untuk membatasi perdagangan dan menghentikan eksploitasi terhadap spesies yang terancam punah. Hewan dan tumbuhan itu oleh CITES dikategorikan dalam tiga tingkatan yang disebut Apendiks.
Ke-3 Apendiks CITES tersebut, yaitu Apendiks I, Apendiks II, dan Apendiks III. Apendiks I adalah daftar seluruh spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional. Sedangkan Apendiks II merupakan daftar spesies yang tidak terancam kepunahan, tapi mungkin terancam punah bila perdagangan terus berlanjut tanpa adanya pengaturan.
Dan Apendiks III merupakan daftar spesies tumbuhan dan satwa liar yang dilindungi di negara tertentu dalam batas-batas kawasan habitatnya, dan suatu saat peringkatnya bisa dinaikkan ke dalam Apendiks II atau Apendiks I. Penjelasan selengkapnya tentang CITES dan Apendiks CITES baca: Mengenal CITES dan Apendiks CITES.
Daftar Mamalia Indonesia dalam Apendiks I. Kali ini Alamendah akan membagikan daftar hewan-hewan dari kelas mammalia yang telah dimasukkan dalam daftar Apendiks I. Karena itu binatang-binatang ini dilarang dalam segala bentuk perdagangan internasional.
Berikut daftar hewan mammalia Indonesia yang termasuk dalam daftar Apendiks I. (Nama umum Indonesia diikuti nama latin)
  • Kukang – Nycticebus coucang (Boddaert, 1785)
  • Bekantan – Nasalis larvatus (Wurmb, 1787)
  • Langur mentawai – Presbytis potenziani (Bonaparte, 1856)
  • Monyet ekor babi – Simias concolor Miller, 1903
  • Gibbon Kalimantan (White-bearded Gibbon) – Hylobates agilis F. Cuvier, 1821
  • Owa atau Kalawet – Hylobates albibarbis Lyon, 1911
  • Siamang – Hylobates klossii (Miller, 1903)
  • Wau-wau atau Lar gibbon – Hylobates lar(Linnaeus, 1771)
    Owa jawa
    Owa jawa
  • Owa jawa – Hylobates moloch (Audebert, 1798)
  • Owa-owa – Hylobates muelleri Martin, 1841
  • Siamang – Symphalangus syndactylus (Raffles, 1821)
  • Orangutan sumatera – Pongo abelii Lesson, 1827
  • Orangutan kalimantan – Pongo pygmaeus (Linnaeus, 1760)
  • Pesut – Orcaella brevirostris (Owen in Gray, 1866)
  • Lumba-lumba putih China – Sousa chinensis (Osbeck, 1765)
  • Beruang madu – Helarctos malayanus (Raffles, 1821)
  • Kucing emas asia – Catopuma temminckii(Vigors & Horsfield, 1827)
    Macan Dahan
    Macan dahan
  • Macan dahan – Neofelis nebulosa (Griffith, 1821)
  • Macan tutul – Panthera pardus (Linnaeus, 1758)
  • Harimau – Panthera tigris (Linnaeus, 1758)
  • Kucing batu – Pardofelis marmorata (Martin, 1837)
  • Kucing hutan – Prionailurus bengalensis (Kerr, 1792)
  • Kucing hutan kepala datar – Prionailurus planiceps (Vigors & Horsfield , 1827)
  • Tapir asia – Tapirus indicus Desmarest, 1819
  • Badak sumatera – Dicerorhinus sumatrensis (G. Fischer, 1814)
  • Badak jawa – Rhinoceros sondaicus Desmarest, 1822
  • Babirusa – Babyrousa babyrussa (Linnaeus, 1758)
  • Babirusa – Babyrousa bolabatuensis Hoojer, 1950
  • Babirusa – Babyrousa celebensis (Deninger, 1909)
  • Babirusa – Babyrousa togeanensis (Sody, 1949)
  • Rusa Bawean – Axis kuhlii (Temminck, 1836)
  • Anoa dataran rendah – Bubalus depressicornis (C. H. Smith, 1827)
  • Anoa pegunungan – Bubalus quarlesi(Ouwens, 1910)
    Kambing hutan sumatera
    Kambing hutan sumatera
  • Kambing hutan – Capricornis sumatraensis (Bechstein, 1799)
  • Paus Sperma – Physeter macrocephalus Linnaeus, 1758
  • Paus minke utara – Balaenoptera acutorostrata Lacépède, 1804
  • Paus minke selatan – Balaenoptera borealis Lesson, 1828
  • Paus biru – Balaenoptera musculus (Linnaeus, 1758)
  • Paus sirip – Balaenoptera physalus (Linnaeus, 1758)
  • Paus bungkuk – Megaptera novaeangliae (Borowski, 1781)
  • Duyung – Dugong dugon (P. L. S. Müller, 1776)
  • Lumba-lumba tanpa sirip (Finless Porpoise) – Neophocaena phocaenoides (G. Cuvier, 1829)
  • Paus bryde kerdil – Balaenoptera edeni Anderson, 1879
  • Lutra – Lutra lutra (Linnaeus, 1758)
  • Gajah sumatera – Elephas maximus Linnaeus, 1758
Untuk daftar hewan dari kelas burung (aves) dan daftar hewan dari kelas reptil yang terdaftar dalam CITES Apendiks I akan saya sampaikan pada kesempatan lainnya. Demikian juga dengan daftar tumbuhan yang masuk daftar CITES Apendiks I. Kedepannya juga akan saya lengkapi dengan daftar Apendiks II dan III.
Referensi dan gambar:

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Biawak Tak Bertelinga

Biawak borneo
Kadal.jpg
Klasifikasi ilmiah
Kerajaan:Animalia
Filum:Chordata
Kelas:Reptilia
Ordo:Squamata
Famili:Varanoidea
Genus:Lanthanotidae
Spesies:L. borneensis[1]

Biawak tak bertelinga adalah salah satu hewan endemik KalimantanIndonesia.[2] Biawak tak bertelinga termasuk dalam ordo''Squamata'' dan termasuk suku Varanoidea.[2] Hewan ini memiliki nama ilmiah Lanthanotus borneensis.[2] Biawak tak bertelinga pertama kali ditemukan pada tanggal 30 Mei 2008.[1] Hewan ini pertama kali di temukan di bawah sampah daun dekat dengan sungai berbatu di daerah Landak, Kalimantan.[1] Biawak tak bertelinga juga disebut dengan biawak Borneo karena ditemukan di Borneo yang tak lain adalah nama lain dari Pulau Kalimantan.[2]

Habitat, persebaran dan perilaku

Biawak tak bertelinga dapat ditemukan di daerah dekat dengan sungai. [3] Biawak tak bertelinga adalah hewan yang aktif pada malam hari atau disebut dengan nokturnal.[3] Hewan ini termasuk dalam hewan semi-akuatik atau kadang-kadang hidup di air dan kadang-kadang juga di darat.[3] Hewan ini sangat jarang muncul sehingga perilaku atau kebiasannya kurang bisa diamati.[3] Biawak tak bertelinga termasuk hewan reptil yang berkembangbiak dengan cara bertelur.[


Gambaran


Biawak tak bertelinga sebenarnya bukanlah golongan biawak tetapi hewan ini bentuknya mirip dengan biawak sehingga disebut biawak tak bertelinga.[2] [5] Ciri umum biawak tak bertelinga adalah tidak ada lipatan gular, hidung tumpul dan telinga eksternal.[5] Selain ciri tersebut, biawak tak bertelinga juga memiliki kelopak mata transparan yang lebih rendah daripada hewan lain yang masih sebangsa dengannya.[5]
Kulit pada seluruh tubuh biawak tak bertelinga dibenuhi dengan gerigi-gerigi seperti pada buaya.[5] Gerigi ini tersusun secara teratur berbentuk garis mulai dari bagian kepala sampai pada ekor.[5] Warna kulit hewan ini adalah coklat tua pada bagian atas dan berwarna coklat agak muda pada bagian perutnya.[4]
Biawak tak bertelinga memiliki ekor yang cukup panjang. [4] Ekor hewan ini juuga terdapat gerigi seperti buaya.[4] Hewan yang mirip biawak ini memiliki empat kaki yang terletak di depan dan belakang.[4] Setiap kaki hewan ini terdapat lima jari kaki.[4] Biawak tak bertelinga juga disebut dengan fosil hidup karena hewan ini ada sejak hewan lain yang sudah punah ada.[6] Biawak tak bertelinga memiliki ukuran panjang antara 42 hingga 55 cm.[6] Badan dan ekor biawak tanpa telinga berbentuk silinder.[6] kaki hewan tersebut termasuk memiliki ukuran yang pendek dilengkapi dnegan kuku yang tajam.[6] Berdasarkan ukuran tersebut, biawak tanpa telinga ini termasuk hewan berukuran sedang di kelasnya.[6] Biawak tak bertelinga yang sudah dewasa, panjang 420 hingga 550 mm.[6]

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

Kura-Kura Duri atau Matahari (Heosemys spinosa) yang Langka



Kura-kura Duri atau disebut juga Kura-kura Matahari (Heosemys spinosa) adalah salah satu reptil langka Indonesia. Kura-kura dari famili Geoemydidae ini menyandang status Endangered (Terancam) dalam Daftar Merah IUCN. Populasi Kura-kura Duri (Kura-kura Matahari) di habitat aslinya semakin berkurang. Namun sebaliknya malah marak dipelihara oleh penghobi reptil.
Nama latin hewan yang dikenal sebagai Kura-kura Duri ini adalah Heosemys spinosa(Gray, 1831). Mempunyai nama sinonim Emys spinosa Duméril & Bibron, 1835 danGeoemyda spinosa Gray, 1873. Dalam bahasa Inggris dikenal dengan beberapa nama seperti Spiny Terrapin, Spiny Turtle, Cogwheel Turtle, dan Sunburst Turtle.
Penyebutan nama hewan langka ini didasarkan pada ciri khas pada tepi karapasnya yang unik. Kura-kura Duri atau Matahari ini memiliki keping marginal (keping paling tepi karapas) yang bergerigi atau meruncing membentuk duri-duri. Meskipun duri-duri ini akan semakin menghilang seiring dengan usianya yang semakin dewasa. Ciri-ciri lainnya dari Kura-kura Berduri atau Kura-kura Matahari (Heosemys spinosa) adalah terdapatnya ‘keel’ (lunas) yang tajam di bagian tengah karapas (keping vertebral). Lunas juga kadang tumbuh di antara keping marginal dan keping vertebral.
Ukuran karapas Kura-kura Duri (Spiny Turtle) dewasa antara 17,5-22 cm. Berat tubuhnya berkisar antara 1,5-2 kg. Karapas berwarna coklat dengan garis pucat ke bagian tengah ‘keel’. Kepala berwarna coklat kehitaman, dengan garis berwarna merah di bagian tepinya yang terlihat samar. Tungkainya memiliki sisik yang tebal berwarna kemerahan.
Kura-kura Berduri (Heosemys spinosa) adalah hewan asli Indonesia. Daerah sebarannya meliputi Indonesia, Malaysia, Singapura, Brunei Darussalam, Filipina, dan Thailand. Di Indonesia bisa dijumpai di Sumatera, Kalimantan, dan pulau-pulau kecil di sekitarnya termasuk kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Kepulaua Natuna, dan beberapa pulau di Nias.
Kura-kura ini adalah hewan semi-akuatik. Sering juga naik ke daratan dan bersembunyi di bawah sisa-sisa tanaman atau rumpun rumput. Habitatnya adalah sungai-sungai kecil dan dangkal yang terdapat di hutan hujan tropis dataran rendah hingga ketinggian 900 meter dpl.
Kura-kura Duri adalah herbivora. Memakan buah-buahan yang jatuh dari pohon dan vegetasi lainnya. Meskipun terkadang juga memakan beberapa jenis invertebrata. Kura-kura betina mampu berbiak hingga tiga kali dalam setahun. Dalam sekali berbiak menghasilkan dua atau tiga butir telur.
Populasi reptil langka ini di alam bebas tidak diketahui secara pasti. Namun diyakini mengalami penurunan hingga 50% dalam 10 tahun terakhir. Penurunan populasi ini diakibatkan oleh berkurangnya daerah hunian dan maraknya perburuan dan perdagangan liar. Hewan ini banyak diperjualbelikan sebagai hewan peliharaan termasuk di beberapa situs jual beli hewan online.
Dengan penurunan populasi tersebut, IUCN Redlist mendaftar Kura-kura Duri (Heosemys spinosa) dalam status Endangered (Terancam Punah). Di samping itu, CITES pun memasukkannya dalam Daftar Appendix II.
Klasifikasi Ilmiah Kura-kura Duri : Kerajaan: Animalia. Filum: Chordata. Kelas: Reptilia. Ordo: Testudines. Famili: Geoemydidae. Genus: Heosemys. Spesies: Heosemys spinosa (Gray, 1831).
Sumber: 


  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS